Advertisement
Jembatan Hitam ilustrasi |
Tahun 70 an sampai akhir 80 an daerah Sambas adalah daerah yang dipenuhi rawa-rawa dan menjadi tempat pembuangan sampah kota Sibolga. Karena sempitnya lahan warga pun lalu menimbun sedikit demi sedikit agar bisa mendirikan tempat tinggal di sini, akhirnya rawa-rawa tersebut lama-lama menyempit dan rumah-rumah pun semakin banyak di dirikan.
Bekas rawa itu pun mulai ditata oleh pemerintah dengan membuat aliran sungai kecil pembuang air yang menggenang di berbagai tempat agar tidak menjadi tempat yang kumuh dan tentunya setiap perpotongan jalan dengan aliran sungai itu di bangun lah sebuah jembatan.
Dahulu bahan utama adalah kayu (maklum seluruh pantai dan gunung sekeliling Sibolga dan Tapteng adalah hutan subur) maka bahan jembatan yang paling efisien dan murah adalah terbuat dari kayu. Tak heran hampir semua jembatan yang ada selain peninggalan Belanda yang ada di Sibolga dan Tapanuli tengah berbahan kayu, termasuk jembatan yang di namakan jembatan hitam yang terletak di jalan Suprapto saat ini
.
Kayu dan balok disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jembatan penghubung indah di pandang, nah untuk menghindari agar tidak dimakan rayap (mumuk kata orang pesisir) atau busuk dan agar tahan lama, lalu di cat pakai aspal curah atau bahasa sibolga nya belangking warna hitam. Semasa itu pemandangan laut di jembatan ini sangat indah, sehingga selain pelabuhan lama kota Sibolga jembatan ini pun menjadi salah satu tempat favorit warga untuk melihat matahari terbenam atau sunset, peyangga jembatan yang ada di kedua sisi jadi tempat tongkrongan muda mudi dulu nya, maka tidak heran aspal tersebut menempel ke pakaian sehingga hitam akibat aspal curah tersebut atau belangking dari sisi jembatan.
Nah awal mula nya karena keseringan warga yang nongkrong di jembatan itu pulang dalam keadaan baju hitam, maka terucapkan lah sebuah istilah singkat dari masyakat sibolga di saat itu. “Dari jambatan hitam munak yo!” artinya “Dari jembatan hitam kalian ya!” itulah ucapan awal mula setiap warga yang pulang nongkrong di jembatan itu, karena ketahuan akan baju yang di kenakan nya sudah terkena aspal curah atau belangking bahasa sibolga nya. Berawal dari itu nama jembatan itu pun populer di masyarakat sampai saat ini, walaupun jembatan tersebut tidak lagi berwarna hitam seperti dulu nya dan tidak lagi terbuat dari kayu bahkan sudah jauh dari asli nya.
Sumber : Aneka Sorkam