Advertisement
Kapten Bongsu Pasaribu Pahlawan Asal Tapanuli tengah |
Setiap tanggal 3 Maret, warga Kecamatan Sorkam dan Kecamatan Barus, Tapanuli tengah selalu memperingati gugurnya pahlawan Kemerdekaan Nasional asal Sibolga dan Tapanuli tengah, Kapten Bongsu Pasaribu. Bagi sebagian keluarga anak - cucu veteran ada yang menyempatkan diri mendatangi tempat makan Kapten Bongsu Pasaribu di makam Pahlawan Sibolga. Mereka umumnya menaburkan bunga-bunga dan berdoa agar beliau diterima disisi yang maha kuasa. Sementara ditempat kelahiran Kapten Bongsu dilahirkan, warga setempat pada tanggal itu merayakannya dengan membuat acara drama yang diperankan oleh anak-anak muda di rumah-rumah para veteran. Suasanya terlihat seperti nyata menirukan perjalan sejarah dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Untuk setiap tanggal 17 Agustus,
Ceritanya demikian, pasangan suami - istri Raja Pandapotan Pasaribu dan Barita Mopul br. L mempunyai dua anak laki laki yakni Raja Johannes Pasaribu (Kepala Desa Suga - Suga Hutagodang, Sibolga) dan Bongsu Pasaribu (Berpangkat Kapten - Komandan Batalyon Harimau Mengganas Tapanuli). Keduanya gugur dimedan perang untuk mempertahankan Kemerdekaan dibunuh secara sadis oleh tentara kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, anak, cucu dan para Veteran Indonesia yang ditinggal, terus berharap agar ada perhatian dari Pemerintah Pusat dan Daerah agar menepati janjinya untuk membuatkan Tugu Perjuangan ditempat kelahiran sebagai tanda jasa atas kepahlawanannya.
Inilah riwayat beliau, kalau mengenal Maraden Panggabean (Purn. Jenderal, yang juga mantan Pangab di orde baru) beliau adalah juga mantan seperjuangan Kapten Bongsu Pasaribu pada zaman itu yaitu satu kesatuan di Kesatuan Harimau Mengganas yaitu sebagai Komandan Sektor IV. Sementara dr. Ferdinand Lumban Tobing (Pahlawan Kemerdekaan Nasional) zaman itu menjabat sebagai Gubernur Militer Tapanuli. Kalau belum tahu sejarahnya siapa Kapten Bongsu Pasaribu seorang Pejuang Nasional dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Beliaulah orangnya yang lehernya dipenggal (digorok) secara sangat sadis dan tidak manusiawi oleh tentara Kolonial Belanda di Harakka, Barus pada tanggal 3 Maret 1947 yaitu pada saat pecah angresi Militer Belanda ke II.
Jabatan Kapten Bongsu Pasaribu lainnya sebelum agresi Belanda, yaitu pada zaman penjajahan Jepang. Beliau telah membentuk Angkatan Pemuda dan beliau menjabat sebagai Komandan Kompani yang namanya saat itu adalah T.K.R (Tentara Keamanan Rakyat). Sekitar waktu satu tahun berjalan yaitu pada Tahun 1946, T.K.R berubah nama (dilebur) menjadi namanya adalah T.R.I (Tentara Republik Indonesia) hingga akhirnya TNI.(Tentara Nasional Indonesia). Kapten Bongsu Pasaribu lahir diperkampungan yang bernama Hutagodang yang jaraknya 25 kilometer dari pusat Kota Sibolga (Tapanuli Tengah), anak dari pasangan Raja Pandapotan Pasaribu dengan Ibunya bernama Barita Mopul br. L pada tanggal 15 Juni 1923. Pada zaman penjajahan Kolonial Belanda, sangat jarang ada penduduk pribumi yang dapat duduk dibangku sekolah. Bisa dikatakan hanya orang-orang tertentu saja atau anak Kapala Nagari dan para pedagang rempah-rempah. Apalagi untuk bisa mengenyam kejenjang sekolah H.I.S (Hindia Indhise School) kota Sibolga. Rasanya tidak mungkin.
Tetapi beruntunglah Kapten Bongsu pada zaman itu karena memiliki kakak yang bernama Raja Johannes Pasaribu yang baik hati dan tidak mengenal menyerah dalam memperjuangkan adik kandungnya itu agar menjadi manusia yang terpandang di masyarakat karena masuk sekolah H.I.S. Jika hanya berharap dari pekerjaan orangtua yang sebagai petani rasanya tidak tercapai. Selain fisik. Beliau didukung pula dari materiil yang mana kedudukan Raja Johannes Pasaribu pada zaman itu (tanggal 3 Maret Tahun 1932), telah dipilih rakyat Hutagodang sampai kepengangkatan diangkat menjadi pejabat Kepala Kampung Hutagodang. Sehingga Kapten Bongsu yang dikenal sangat pintar, berkepribadian pemimpin dan memiliki bakat, membuat di sekolahnya selalu terdepan. Kepintarannya Kapten Bongsu juga telah dibuktikan dengan tamat sekolah dari H.I.S Sibolga untuk melanjutkan.
Tugu Kapten Bongsu Pasaribu |
Dari H.I.S. Kapten Bongsu masuk sekolah jenjang lebih tinggi pada Quick Shcool di Tarutung (Tapanuli Utara) dan dari Quick Shcool beliau juga tamat sekolah. Setelah mendapat persetujuan kakaknya Raja Johannes, beliau merantau ke kota kembang Bandung (Jawa Barat) untuk sekolah tentara disana. Di Bandung beliau ternyata juga mampu masuk ke Kadester Shcool, hingga bisa tamat. Selanjutnya, setelah penjajah tentara Jepang masuk ke tanah air Indonesia. Oleh sang kakak, Kapten Bongsu disuruh untuk pulang kekampung halaman di Hutagodang (Sibolga). Di Sibolga, tentara Jepang sangat memerlukan tenaga prajurit yang berpengalaman tentara untuk membantu. Maka saat itu Kapten Bongsu terpilih dan oleh tentara Jepang dia dilatih menjadi tentara Gygun dan hingga mulai menyandang pangkat sebagai Gyiusoi (Opsir). Singkat cerita berakhir penjajahan Jepang di negara Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia di Jakarta melalui Presiden Soekarno Hatta menyatakan kemerdekanya yang jatuh pada Tanggal 17 Agustus Tahun 1945. Kapten Bongsu kembali aktif lagi berjuang yaitu pada bulan Nopember Tahun 1945, beliau membentuk Angkatan Pemuda se-kota Sibolga dan dibawah kepemimpinanya.
Saat itu Kapten Bongsu terpilih menjadi pejabat Komandan Kompani 1 (satu) yang namanya saat itu adalah T.K.R (Tentara Keamanan Rakyat). Sekitar waktu satu tahun berjalan yaitu pada Tahun 1946, T.K.R berubah nama (dilebur) menjadi namanya adalah T.R.I (Tentara Republik Indonesia) dan Kapten Bongsu dipercaya menjadi menjabat sebagai Komandan Batalyon II (dua). Hingga akhirnya jabatan Komandan Batalyon II itu diserahterima kepada bernama Marhasam Hutagalung. Sementara itu Kapten Bongsu dipercayakan menjabat sebagai pejabat Staf Resimen III dengan Komandan Pandapotan Sitompul.
Pada zaman itu, diseluruh Tapanuli dijadikan satu Gubernur yang dipimpin oleh Gubernur Militer bernama Dr. Ferdinan Lumban Tobing. Sementara untuk pengamanan daerah-daerah keseluruhan Tapanuli, dibagi atas berbagai Sektor pertahanan. Pucuk pimpinan atau Komandan Sektor I itu dipegang oleh Bejo, meliputi kekuasaan didaerah Padang Sidempuan (Tapanuli Selatan) wilayah di Muara Sipongi.
Sementara, Komandan Sektor II dipegang oleh Belprit Malau meliputi kekuasaan didaerah Tarutung (Tapanuli Utara), Komandan Sektor III dipegang Slamat Ginting meliputi kekuasaan didaerah Sidingkalang (Tanah Karo), Komandan Sektor IV dipegang oleh Maraden Panggabean meliputi kekuasaan di daerah Sibolga/Aek Raisan, ( Purn. Jenderal masa Orde Baru), Komandan Sektor S dipegang oleh Simanjuntak dan MA Aritonang meliputi kekuasaan didaerah Sibolga, dan - Mobil Brigade oleh Sabar Gultom meliputi daerah Poriaha. Angresi Ke II Belanda Pada tahun 1947, Negara Belanda kembali melancarkan Agresi yang ke II di tanah air diseluruh pelosok Indonesia. Untuk masuk ke daerah daerah termasuk menjajah Kota Sibolga.
Pejabat tertinggi di Tapanuli waktu itu adalah Gubernur Militer Tapanuli bernama Dr. Ferdinan Lumban Tobing. Dr. Ferdinan Lumban Tobing bersama Komandan Sektor IV bernama Maraden Panggabean (yang sekarang Purn. Jenderal di orde baru) langsung mengistruksikan kepada semua Komandan Raund untuk mengatur pengamanan didaerahnya masing masing. Komandan Sektor IV Maraden Panggabean telah membagi Sektor IV Tapanuli yang dipimpinnya. Maka Kapten Bongsu Pasaribu yang menjadi satu satunya seorang kepercayaan terpanggil dan menjadi Komandan Raund I (kesatuan Harimau Mengganas) untuk daerah kekuasaan di Sorkam dan Barus (Sibolga). Sementara Sinta Pohan ditunjuk sebagai Komandan Raund II untuk wilayah kekuasaan diderah Bonandolok, Komandan Raund III bernama Bangun Siregar untuk kekuasaan diwilayah daerah Sibolga beserta S.M Simarangkir.
Komandan Raund IV bernama Parlindungan Hutagalung ditunjuk didaerah Jalan Tarutung, Komandan Raund V bernama Agus Marpaung untuk kekuasaan diwilayah daerah Poriaha, Komandan Raund VI bernama Henneri Siregar untuk wilayah daerah Jalan Tarutung, Komandan Raund VII bernama Paul Lumban Tobing untuk wilayah daerah Sibolga, Komandan Raund A sebagai pengawal Sektor IV oleh P. Hasibuan , dan Komandan Sektor S, Majit Simanjuntak dan M.A Aritonang untuk wilayah daerah Sibolga dan Barus Keberadaan tentara Belanda pada zaman angresi ke II di kota Sibolga, itu bermula ketika mereka terlebih dahulu melakukan penembakan - penembakan dari jarak jauh melalui pantai lautan Sibolga dengan Kapal Y.T.I Belanda.
Perlawanan sengitpun pecah dengan pasukan tentara pejuang Indonesia hingga berminggu-minggu lamanya. Namun karena alat persenjataan pasukan yang pimpinan Maraden Panggabean terbatas. Pasukan itu terpaksa bersembunyi di hutan untuk menyelamatkan nyawa masing-masing. Akhirnya tentara Kolonial Belanda dapat memenangkan peperangan di Kota Sibolga dan memasuki sudut-sudut kota melalui laut yaitu pada tanggal 24 Desember 1948, itu setelah mereka memukul mundur para pasukan pejuang kemerdekaan Indonesia. Kapten Bongsu Pasaribu dengan pasukannya langsung ditugaskan oleh Komandan tertingginya Maraden Panggabean zaman itu untuk bergerak menjaga wilayah Barus dan Sorkam sekitarnya. Beliau beserta pasukan berangkatlah menuju daerah Sorkam melalui bukit-bukit hutan hingga meneruskan perjalannya sampai ke Kampung Hutagodang di Kecamatan Sorkam. Kedatangan Komandan Kapten Bongsu dan pasukanya disambut gembira oleh rakyat Hutagodang. Beliau juga menyempatkan diri mengunjungi rumah orang tuanya untuk meminta doa restu dari ibunya.
Disana pasukan beliau membuat satu markas pertahanan yang bernama Hubangan. Dari tempat pertahanan Hubangan, oleh Komandan Kapten Bongsu kembali mengatur semua pasukannya yang mana nama pasukannya itu adalah Kesatuan Harimau Mengganas atau disebut Raund I, Sektor IV. Selanjutnya mereka menuju daerah Sorkam (kecamatan). Karena disana beliau sudah mengetahui bahwa ada keberadaan tentara Belanda. Adapun diantara anggota-anggota kesatuan Harimau Mengganas adalah bernama, Majit Simanjuntak sebagai wakil, Humehe Rambe (Pengatur Pertahanan). Bernama Gontar Lubis sebagai ajudan dan Staff, Kanor Samosir, Hombar Tambunan, Padet, Jaimi, Tanjung, Mian Tambunan, Mauli Panggabean,
Bili Matondang, Ayat Tarihoran, Panemet Pasaribu, Masin Panggabean, Fliang, Kadi HT, Uruk, Mancur, Mancit, Krisman Marbun, Mahasan Aritonang, Usia Pane, Salmon Nainggolan dan Kartolo Pasaribu. Sementara untuk Seksi Perbekalan diantaranya bernama, Dior Nainggolan, Raja Johanis Pasaribu, Freodolin Purba dan Amit Simatupang yang ada di pasar Sorkam.
Sementara pasukan tentara Belanda yang dipimpin Komandan Van Hali datang dengan membawa tentara Nepis termasuk Simurai dari Kota Sibolga dengan konvoi besar yang hendak ke Sorkam untuk bermarkas. Itu setelah mereka berhasil menguasai Sibolga. Sesampainya tentara Belanda dikampung Gontingmahe atau sampai ditengah pertengahan jalan. Pasukan Komandan Kapten Bongsu menghadang atau menghadapi perang dan terjadilah pertempuran I (satu) yang sengit berbuntut menyebar sampai ke perkampungan Parlimatohan. Tetapi disebabkan oleh kurangnya alat persenjataan dan sebaliknya tentara Belanda memiliki senjata yang serba lengkap pasukan Komandan Kapten Bongsu banyak yang gugur.
Karena selama operasi operasi ke kampung-kampung sering dipatahkan oleh pasukan Komandan Kapten Bongsu. Maka oleh Belanda memperkuat banyak mata-mata (kaki tangan) yang tersebar di Tapanuli. Untuk didaerah Barus dan Sorkam, mata-matanya bernama Tajim S. yang berasal dari Polisi Belanda. Namun beliau juga mengetahui bahwa Tajim Sitanggang terlibat jadi mata mata. Maka oleh Komandan Kapten Bongsu memerintahkan beberapa pasukanya untuk memburu Tajim. Hingga suatu hari Tajim berhasil disergap dirumah penduduk. Tajim pun dibawa ke markas untuk dipemeriksa. Disana Tajim diancam yaitu diberikan keputusan hukuman yang isinya kalau ketahuan berbuat lagi, saya akan melakukan hukuman nyawa harus dibalas dan diganti nyawa, kata Komandan Kapten Bongsu. Rupanya peringatan itu tidak digubrisnya atau tidak diperdulikannya. Bahkan Tajim melarikan diri dan ikut bergabung lagi dengan pasukan tentara Belanda di Pasar Barus.
Di kampung Harakka oleh pasukan Komandan Kapten Bongsu terus melakukan pengejaran hingga terjadilah pertempuran yang dimulai sejak pagi hari sekira Jam 9 sampai siang jam 12. Dapat dikatakan pasukan musuh banyak sekali yang tewas. Bahkan musuh tidak berkutik sama sekali yang akhirnya mereka sebagian terus melarikan diri menyelamatkan nyawa masing masing karena tidak mempunyai daya lagi disebabkan kekurangan perbekalan maupun peluru senjata. Peperangan itu sudah selesai dan tidak ada lagi suara tembakan baik dari Komandan Bongsu, maupun Belanda.
Kapten Bongsu mengira semua tentara musuh sudah gugur dan tidak ada lagi yang hidup kecuali yang melarikan diri. Maka Komandan Kapten Bongsu beserta dua orang prajuritnya memutuskan untuk melihat para mayat yang bergelimpangan. Beliau turun mengadakan operasi pembersihan yaitu memeriksa satu persatu mayat tentara musuh akibat dari pertempuran yang hebat itu. Setibanya mereka disana, masih ada dua orang lagi dari tentara Belanda yang masih hidup yang segaja bersembunyi disatu kubangan bekas Kerbau. Dari kubangan kedua tentara Belanda itu ditemani Tajim Sitanggang (mata mata) Belanda.
Melihat posisi Komandan Kapten Bongsu yang sedang berjalan kaki saat itulah tentara belanda yang sembunyi di kubangan langsung melepaskan tembakan kearah Komandan Kapten Bongsu. Peluru senjata api yang dimuntahkan, dengan tembakan bertubi tubi tersebut. Satu peluru akhirnya mengenai kaki Komandan Kapten Bongsu. Baliau langsung tersungkur ke tanah bersimbah darah. Tak puas dengan sampai disitu, kedua tentara musuh kembali memuntahkan peluruh dari senjatanya tepat mengenai kakinya lagi. Komandan Kapten Bongsu masih sempat mengadakan perlawanan dengan membalas menembak dari senjatanya. Akhirnya Kapten Bongsu tidak bisa berkutik lagi. Melihat itu, salah seorang Tentara Belanda terus menembakinya.
Tajim (mata mata) kembali memberitahukan kepada kedua tentara Belanda itu, bahwa yang mereka tertembak itu tidak lain adalah Komandan Kesatuan Harimau Mengganas, Kapten Bongsu Pasaribu. Selanjutnya tidak berapa lama tentara Belanda menghampirinya. Tentara itu mengakhiri hidup Komandan Kapten Bongsu dengan cara yang sadis dan tidak manusiawi yaitu dengan memenggal lehernya sampai putus dimana waktu itu pada tanggal 3 Maret 1947. Kepala beliau terpisah dengan badan, lalu diangkat dibawa pergi ke Pasar Barus dipertontonkan kepada rakyat Indonesia. Badannya yang masih tergeletak ditanah sengaja ditinggal tergeletak begitu saja tempat asal dibunuh. Setelah Belanda pergi ke Barus, potongan badan yang lainya yaitu potongan mulai dari leher ke kaki yang masih tergeletak dihutan dijemput oleh pasukan beliau dan dibawah ke kampung Sijungkang, disana potongan badan itu dikuburkan.
Sementara tentara Belanda yang bermarkas di Barus masih terus mempertontonkan potongan kepala Komandan Kapten Bongsu kapada para rakyat dan kepada para tahanan. Yang maksud untuk melemahkan perjuangan pasukan Indonesia di Pasar Barus agar girilyanya melemah. Potongan kepala ditenteng dalam karung itu dimulai markas di Harakka sampai ke Kota Barus. Pada hari yang ketiga, potongan beliau dikuburkanlah di Komplek penjara Barus. Setelah Bongsu Pasaribu gugur pada tanggal 3 Maret 1949. Maka puncuk pimpinan sebagai Komandan Round akhirnya dipegang sementara oleh Humahe Rambe dan kemudian diganti kepada Muliater Simatupang.
Sumber : Cucunya, Rekson Hermanto Pasaribu
http://pernakpernik.net/